Mengungkap Proses Rekrutmen Posisi Sensitif. Selain Kemampuan, Apa Saja yang Harus Diketahui? 

Yuk, saatnya mengungkap proses rekrutmen posisi sensitif dalam sebuah perusahaan. Biasanya, apa yang perlu dicek. 

Dalam melakukan proses perekrutan karyawan, biasanya perusahaan memang telah menetapkan sejumlah kriteria tertentu, selain persyaratan umum. 

Jika mencari posisi staf, kemampuan teknis memang lebih banyak diutamakan dibandingkan dengan kemampuan manajerial. 

Misalnya, posisi salesperson, tentunya calon karyawan memang memiliki latar belakang penjualan, pemasaran, dan hal terkait lainnya. 

Lain halnya, saat perusahaan ingin menggaet posisi general manager, pastinya kemampuan manajerial hingga leadership memang lebih dibutuhkan. 

Lantas bagaimana dengan posisi sensitif seperti finance and accounting, procurement (pengadaan barang), atau posisi manajerial yang lebih tinggi. 

Sejumlah persyaratan teknis memang diwajibkan, begitu juga mungkin dengan syarat nonteknis lainnya seperti leadership.

Akan tetapi, ada yang menyarankan kalau ada tambahan syarat, terutama terkait perilaku keuangan yang pastinya belum familiar di Indonesia. 

Di negara lain, mungkin ada tambahan pengecekan rekam jejak kriminal. Hal yang mungkin tidak dikenal di Tanah Air. 

Blog Skorlife mewawancarai Dr. Maharsi Anindyajati MPSI., Psikolog beberapa waktu lalu untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai hal ini. 

Wanita yang akrab disapa Nina ini merupakan doktor psikologi lulusan Universitas Padjadjaran dan konsultan bidang Human Capital di PPM Manajemen. 

“Kalau menurut saya, ini pertanyaan yang jawabannya tidak sederhana, kita menetapkan kriteria itu indikatornya apa?” ujarnya. 

Nina melanjutkan kalau biasanya perusahaan menerapkan kriteria atau persyaratan saat rekrutmen berdasarkan banyak hal. 

Mulai dari value perusahaan, proses bisnis, strategi organisasi yang diturunkan sampai ke kompetensi yang dituntut pada tiap jabatan. 

Dengan demikian, kriteria rekrutmen akan selaras dengan apa yang dibutuhkan organisasi dari setiap insannya untuk menunjang pencapaian sasaran perusahaan.

Hal ini menjadi payung utamanya ketika perusahaan ingin menjadikan indikator persyaratan ketika memulai proses rekrutmen karyawan. 

Saatnya Mengungkap Proses Rekrutmen Posisi Sensitif dalam Sebuah Perusahaan

Salah satu syarat yang mulai dimasukkan oleh perusahaan untuk mengecek perilaku keuangan kandidat karyawan, tentunya melalui SLIK OJK atau BI checking. 

By the way, BI checking adalah sistem pengecekan riwayat kredit dalam Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia yang dilakukan oleh debitur. 

Saat ini, BI checking telah berganti menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sejak 1 Januari 2018.

“Perlu tidak pakai pengecekan finansial. Berarti pakai BI checking, walaupun hal ini belum menjamin. Ini hanya satu cara untuk mengecek, bukan satu-satunya,” kata Nina. 

Ia melanjutkan kalau pengecekan BI checking tidak menjamin perilaku keuangan seseorang. Seseorang memiliki skor kredit buruk, belum tentu karena masalah finansial, bisa jadi lantaran psikologis. 

Ada orang yang memiliki masalah skor kredit buruk lantaran memiliki gaya hidup melebihi pendapatan, tentu ini terkait psikologis. 

Lain halnya, ketika ada orang punya skor kredit karena ada kredit macet karena harus menghidupi keluarga atau bahkan menjadi generasi sandwich

Sejumlah perusahaan yang memang lebih mementingkan kompetensi hard skills, sementara soft skills seperti attitude terlupakan. 

“Banyak perusahaan yang luput, yang penting smart,” kata Nina. Ia menambahkan kalau proses rekrutmen karyawan memang kompleks. 

Proses Perekrutan Posisi Lebih Tinggi Memerlukan Tes yang Mendalam

Dalam proses perekrutan, ada penggunaan alat yang lebih mendalam untuk mengungkap sisi psikologis seseorang. 

Semakin tinggi dan sensitif posisi seseorang kandidat, memerlukan tes mendalam. Hal yang berbeda dengan posisi entry level.

Salah satu tes yang biasa digunakan untuk mengevaluasi kesesuaian seseorang untuk pekerjaan tertentu, terutama yang memiliki risiko tinggi atau yang menuntut stabilitas emosi adalah MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory).

Namun, penggunaan MMPI dalam setting rekrutmen seleksi harus dilakukan ekstra hati-hati karena pada dasarnya tes ini didesain untuk tujuan klinis, yaitu mengukur kepribadian dan psikopatologi, bukan untuk menilai kesesuaian individu dengan suatu pekerjaan (job-fit).

Selain itu, tes-tes yang mampu menggali secara mendalam juga membutuhkan biaya mahal. Tes seperti ini memang membutuhkan biaya mahal lantaran komprehensif. Hal ini tentu kembali lagi ke perusahaan yang ingin merekrut, apakah ingin melakukannya atau tidak. 

Nah, bagi kamu yang ingin mencari tahu soal karier dan skor kredit, ada beberapa artikel yang membahasnya, salah satunya soal latar belakang finansial berpengaruh dalam performa kerja.

Lantas ada artikel mengenai perlu tidaknya pengecekan keuangan saat perekrutan karyawan. Ada yang gagal kerja lantaran skor kreditnya buruk.

Ingin menyisihkan uang dengan cara yang baik dan benar, ada sejumlah tips menabung yang bisa disesuaikan dengan profil keuangan di blog Skorlife.

Pastikan selalu mengecek skor kredit menggunakan aplikasi Skorlife sebelum mengajukan kredit pembelian mobil second ke lembaga pembiayaan.

Yuk, kumpulkan Skorpoin dengan rutin menggunakan kartu kredit Mayapada Skorcard. Jangan lupa tukarkan Skorpoin dengan Garuda Miles atau KrisFlyer Miles.

Ingin melakukan wisata kuliner Nusa Tenggara atau Bali, pastikan kamu  telah membaca artikel-artikel terbaru di blog Skorcard. Yuk, makan-makan dan jalan-jalan.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments