Apa Itu Loan at Risk dan Bedanya dengan Non-Performing Loan (NPL)

Loan at Risk adalah indikator risiko kredit sebelum macet. Ketahui perbedaan Loan at Risk dan NPL, plus rumus LAR dan tips jaga kredit tetap sehat.

Pernah dengar istilah loan at risk (LAR) waktu baca laporan keuangan bank atau berita ekonomi, tapi belum benar-benar paham artinya? Tenang, kamu nggak sendiri. Banyak orang mengira semua istilah kredit bermasalah itu sama saja, padahal ada perbedaan penting antara loan at risk dan non-performing loan (NPL).

Sederhananya, loan at risk adalah gambaran “zona kuning” dalam dunia kredit, belum macet, tapi sudah menunjukkan sinyal bahaya. Sementara NPL itu “zona merah”, yaitu kredit yang sudah benar-benar bermasalah atau macet. Yuk, kita bahas satu per satu biar makin jelas.

Baca juga: Mengenal Lebih Dekat: Apa Itu Kolektabilitas Kredit (Kol)?

Apa Itu Loan at Risk (LAR)?

Secara definisi, loan at risk adalah rasio untuk mengukur seberapa besar porsi total kredit bank berpotensi bermasalah. Artinya, tidak hanya mencakup kredit sudah gagal bayar, tetapi juga kredit dengan tanda-tanda berisiko, misalnya:, misalnya:

  • Kredit dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2) karena pembayaran cicilan sering terlambat.
  • Kredit restrukturisasi yang masih lancar tapi sudah pernah direstruktur.
  • Kredit yang masuk kategori non performing loan (kolektibilitas 3-5) alias sudah bermasalah.

Jadi, loan at risk menggambarkan kondisi kredit “di ambang risiko”. Kalau rasio LAR tinggi, artinya masih banyak pinjaman yang perlu diwaspadai karena bisa sewaktu-waktu berubah jadi macet.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Desember 2023, loan at risk perbankan Indonesia masih berada di kisaran 18-19% dari total kredit, meskipun tren sudah menurun dibanding tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa meski NPL terlihat stabil di bawah 3%, potensi risiko masih cukup besar, terutama dari sektor UMKM sertakredit restrukturisasi pasca pandemi.

Pengertian loan at risk adalah

Mengapa Loan at Risk Penting?

Kalau dilihat sekilas, angka loan at risk ini mungkin terasa seperti urusan bank. Tapi sebenarnya, konsepnya relevan juga buat kita sebagai individu atau pelaku usaha.

  1. Mendeteksi masalah lebih cepat.
    LAR membantu bank menangkap sinyal risiko sejak dini. Misalnya, debitur mulai sering menunda pembayaran, atau sudah pernah direstruktur meski belum menunggak.
  2. Mengukur ketahanan keuangan.
    Bank dengan LAR rendah biasanya punya manajemen risiko lebih kuat serta portofolio kredit lebih sehat. Buat nasabah, ini berarti bank tersebut punya kemampuan lebih baik dalam menjaga kestabilan dan kepercayaan publik.
  3. Menjadi barometer ekonomi.
    Rasio loan at risk juga bisa menunjukkan kondisi ekonomi secara umum. Kalau LAR naik di banyak bank, bisa jadi masyarakat atau pelaku usaha mulai kesulitan bayar pinjaman karena daya beli melemah atau pendapatan turun.

Jadi, loan at risk adalah semacam “early warning system” yang membantu industri keuangan bersiap menghadapi badai sebelum benar-benar datang.

Baca juga: Apa itu P2P Lending? Pengertian, Manfaat dan Cara Kerjanya

Perbedaan Loan at Risk dan Non-Performing Loan

Nah, sekarang bagian pentingnya, memahami perbedaan loan at risk dan non performing loan. Walaupun keduanya sama-sama bicara soal risiko kredit, ternyata lingkupnya cukup berbeda.

Aspek Loan At Risk (LAR) Non-Performing Loan (NPL)
Definisi Kredit yang berpotensi bermasalah, termasuk kredit restrukturisasi dan dalam perhatian khusus Kredit yang sudah benar-benar bermasalah atau macet
Status Pembayaran Masih berjalan tapi sering telat atau pernah direstruktur Tidak dibayar lebih dari 90 hari (sesuai aturan OJK & BI)
Kolektibilitas Kolektibilitas 2 (DPK), restrukturisasi lancar, dan kolektibilitas 3-5 Kolektibilitas 3 (kurang lancar), 4 (diragukan), 5 (macet)
Fungsi Indikator risiko potensial (early warning) Indikator masalah aktual (sudah terjadi)
Dampak Keuangan Mempengaruhi antisipasi cadangan kerugian Mempengaruhi realisasi kerugian kredit

Contohnya begini: Bank A punya total kredit Rp100 triliun, dengan NPL sebesar Rp2 triliun. Tapi, kalau dihitung dengan LAR, total kredit berisiko bisa mencapai Rp10 triliun. Artinya, meski macet hanya 2%, potensi risiko sebenarnya bisa sampai 10%, dan ini lebih mencerminkan real picture kesehatan kredit bank.

Inilah mengapa regulator seperti OJK dan Bank Indonesia kini lebih sering memantau loan at risk ratio, bukan cuma NPL. Karena indikator ini lebih forward-looking, bisa menunjukkan kondisi risiko sebelum jadi masalah besar.

Cara Menghitung Bunga Majemuk
Sumber gambar: Freepik

Rumus LAR (Loan At Risk)

Berikut rumus LAR (loan at risk) yang umum digunakan:

Rumus:

Loan at Risk Ratio (LAR) = (Kredit Risiko Tinggi [DPK + Restrukturisasi + NPL] / Total Kredit) × 100%

Dalam bahasa sederhana: Loan at risk adalah persentase total pinjaman yang berisiko terhadap keseluruhan portofolio kredit.

Contoh Perhitungan:

Total kredit bank: Rp200 triliun
Kredit DPK: Rp10 triliun
Kredit restrukturisasi: Rp5 triliun
NPL: Rp3 triliun

LAR = (10 + 5 + 3) / 200 × 100%

LAR = 18 / 200 × 100%

LAR = 9%

Artinya, 9% dari total kredit bank berada dalam posisi “berisiko.” Rasio ini biasanya dianalisis bersama rasio cadangan kerugian (CKPN) untuk melihat seberapa siap bank menghadapi potensi gagal bayar.

Baca juga: Apa Itu Kartu Kredit Digital dan Mengapa Semakin Populer?

Apa Dampaknya bagi Kita sebagai Nasabah?

Menariknya, konsep ini bisa kamu terapkan juga ke keuangan pribadi.

Coba bayangkan kamu punya tiga utang aktif:

  • Cicilan motor (selalu lancar),
  • Kartu kredit (kadang telat 1-2 minggu),
  • Pinjaman online (pernah restrukturisasi waktu pandemi).

Nah, kalau di dunia bank, kondisi kamu itu bisa dibilang “loan at risk versi personal.” Belum macet, tapi berisiko. Kalau dibiarkan, bisa berubah jadi “NPL pribadi” alias gagal bayar.

Makanya, penting banget buat pantau skor kredit serta riwayat pembayaran secara rutin. Di sini, kamu bisa manfaatkan fitur Cek Riwayat Kredit di aplikasi Skorlife.

Lewat Skorlife, kamu bisa tahu apakah ada cicilan yang mulai menunggak, restrukturisasi, atau pembayaran terlambat, semua faktor yang mempengaruhi risiko kreditmu.

Selain itu, Skorlife juga bisa bantu kamu:

  • Melihat peluang pengajuan kredit disetujui. Jadi kamu bisa lebih siap sebelum mengajukan KPR, KTA, atau kredit kendaraan.
  • Mendapat rekomendasi manajemen keuangan. Termasuk saran pembayaran tunggakan hingga budgeting agar risiko kredit pribadi tetap rendah.

Dengan begitu, kamu bisa menjaga loan performance tetap sehat, bukan cuma di mata bank, tapi juga di sistem kredit nasional.

Tips Menjaga “Loan at Risk” Pribadi Tetap Aman

  1. Cek skor kredit secara berkala.
    Skor kredit turun bisa jadi tanda mulai masuk zona risiko.
  2. Bayar tagihan sebelum jatuh tempo.
    Keterlambatan kecil bisa memicu penurunan kolektibilitas.
  3. Hindari restrukturisasi berulang.
    Kalau sudah pernah direstruktur, pastikan pembayaran selanjutnya lancar.
  4. Jaga rasio utang terhadap penghasilan.
    Idealnya, total cicilan <30% dari penghasilan bulanan.
  5. Gunakan Skorlife untuk bantu pantau.
    Dengan insight dan rekomendasi personal, kamu bisa mengelola kredit lebih bijak.

Baca juga: Tips Keamanan Kartu Kredit & Debit untuk Proteksi Keuangan Sehari-hari

Kesimpulan

Sekarang kamu tahu, loan at risk adalah indikator penting untuk mengukur potensi risiko kredit secara lebih luas dari sekadar NPL. Perbedaan loan at risk dan non performing loan terletak pada waktu serta tingkat risiko: LAR melihat potensi sebelum masalah muncul, sedangkan NPL menilai kredit yang sudah bermasalah.

Buat kamu yang ingin menjaga kesehatan finansial pribadi, prinsipnya sama. Cek kondisi kredit secara berkala, perhatikan rasio cicilan, serta jangan ragu manfaatkan Skorlife untuk bantu memantau serta meningkatkan peluang pengajuan kredit.

Karena mengelola risiko sejak dini jauh lebih mudah daripada memperbaiki masalah setelah terjadi.


FAQ Seputar Loan at Risk (LAR)

  1. Apa itu loan at risk?

Loan at risk adalah rasio yang menggambarkan seberapa besar bagian dari total kredit berpotensi bermasalah. Termasuk di dalamnya kredit dalam perhatian khusus (DPK), restrukturisasi, hingga kredit macet (NPL). Rasio ini membantu bank mendeteksi risiko kredit sejak dini sebelum benar-benar terjadi gagal bayar.

  1. Loan at risk kolektibilitas berapa?

Umumnya, loan at risk mencakup kolektibilitas 2 hingga 5. Artinya, mulai dari kredit dalam perhatian khusus sampai kredit macet. Bahkan kredit restrukturisasi yang masih lancar juga bisa masuk kategori ini karena tetap memiliki risiko gagal bayar.

  1. Apa perbedaan LAR dan NPL?

Perbedaan loan at risk dan non-performing loan (NPL) terletak pada tingkat risikonya. LAR mencakup kredit yang berpotensi bermasalah (belum macet), sedangkan NPL hanya menghitung kredit yang sudah gagal bayar. Jadi, LAR bersifat lebih antisipatif, sementara NPL bersifat reaktif.

  1. Apa yang dimaksud dengan value at risk (VaR)?

Value at risk (VaR) adalah ukuran statistik untuk menghitung potensi kerugian maksimum dari suatu portofolio investasi dalam jangka waktu tertentu. Berbeda dengan loan at risk yang fokus pada risiko gagal bayar pinjaman, value at risk digunakan di dunia investasi untuk mengukur volatilitas dan potensi kerugian pasar.

  1. Bagaimana cara menurunkan rasio loan at risk?

Rasio loan at risk bisa diturunkan dengan memperketat analisis kredit, memantau pembayaran nasabah, dan melakukan restrukturisasi secara tepat. Untuk individu, penting menjaga riwayat pembayaran tetap lancar serta rutin cek skor kredit di Skorlife agar bisa memantau risiko pribadi sebelum masalah muncul.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments