Mengenal Apa Itu BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan): Pengertian, Tarif, dan Syarat Mengurusnya

Yuk, mengenal apa itu BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) mulai dari pengertian tarif dan syarat mengurusnya dalam artikel ini.

Salah satu instrumen investasi yang menjanjikan potensi keuntungan besar adalah tanah, selain emas batangan dan saham.

Meski sebenarnya, instrumen kavling tanah memang lebih relatif aman seperti halnya properti lainnya seperti rumah, ruko, dan toko.

Ketika kamu ingin berinvestasi pada tanah, tentu harus mengetahui biaya-biaya yang dibebankan pada proses jual beli. 

Salah satu contoh biaya adalah BPHTB yang artinya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Lantas, apa yang dimaksud dengan BPHTB? Mari simak bersama-sama pengertian dan ulasan lengkapnya di bawah ini yang telah blog SkorLife rangkum dari berbagai sumber.

Apa Itu BPHTB?

Melansir dari laman Klikpajak.id, BPHTB adalah pungutan pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Sama halnya dengan Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan pada penjualan barang atau jasa, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan juga merupakan kewajiban yang harus ditanggung oleh pembeli dalam proses transaksi jual beli properti.

Siapa yang harus membayar BPHTB? Baik pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Adapun dasar hukum pengenaan pajak tanah atau bangunan tersebut diatur dalam Pasal 1 angka 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Lalu, kapan kamu harus membayar BPHTB? 

Pembayaran atau penyetoran bea atau pajak ini paling lambat dilunasi pada saat penandatanganan akta jual beli ketika proses transaksi jual-beli tanah atau bangunan.

Namun, dalam konteks lain pajak ini juga dapat dilunasi sebelum penandatanganan akta pemindahan hak.

Sedangkan contoh objek yang dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai berikut:

  • Jual beli;
  • Tukar menukar;
  • Hibah;
  • Waris;
  • Hibah wasiat;
  • Pemasukan dalam perseroan maupun badan hukum lain;
  • Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
  • Penunjukan pembeli saat lelang;
  • Pelaksanaan putusan hakim dengan kekuatan hukum tetap;
  • Penggabungan usaha;
  • Peleburan usaha;
  • Pemekaran usaha;
  • Hadiah.

Tarif dan Cara Menghitung BPHTB

Setelah mengetahui pajak dalam jual beli properti ini, kini cari tahu pula tarif dan cara perhitungannya.

Sebelumnya, biaya pajak ini dipungut oleh pemerintah pusat. Namun, setelah UU 28/2009 terbit, kemudian dialihkan menjadi salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.

Sudah tahu belum berapa besar biaya BPHTB?

Tarif BPHTB sebesar 5% dari harga jual yang dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Hal ini sesuai Pasal 88 ayat (1) UU PDRD.

Dikutip laman Kfmap.asia, dalam Peraturan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terbaru yang dikeluarkan Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 juga ditetapkan tarifnya sebesar 5%.

Adapun bagaimana cara menghitung BPHTB bisa menggunakan rumus sebagai berikut:

Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP – NPOPTKP).

Sedangkan besarnya NPOPTKP di masing-masing wilayah berbeda-beda. Bila berdasarkan Pasal 87 ayat (4) UU PDRD No. 28/2009, ditetapkan paling rendah sebesar Rp60 juta untuk setiap wajib pajak.

Syarat Mengurus BPHTB

Ada sejumlah persyaratan dokumen yang harus dipenuhi bila kamu ingin mengurus bea atau pajak ini. Berikut ini syaratnya:

1. Syarat Urus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

  • Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB;
  • Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang bersangkutan;
  • Fotokopi KTP wajib pajak;
  • Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS)/struk ATM bukti pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) untuk 5 tahun terakhir;
  • Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik.

2. Persyaratan Mengurus Jual-Beli Rumah Waris/Hibah

Untuk tanah atau rumah hibah, waris, atau jual beli waris, maka dokumen syarat mengurus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang kamu perlukan sebagai berikut:

  • Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD BPHTB);
  • Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan;
  • Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) wajib pajak;
  • Fotokopi STTS/struk ATM (Anjungan Tunai Mandiri) bukti pembayaran tarif PBB untuk 5 tahun terakhir;
  • Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik;
  • Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah;
  • Fotokopi Kartu Keluarga (KK).

Nah, inilah penjelasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan besaran tarif dan syarat mengurusnya. 

Semoga artikel ini bermanfaat untuk kamu, ya!

Sebelumnya, ada pembahasan mengenai apa itu SHM atau Sertifikat Hak Milik yang penting pula diketahui oleh konsumen properti.

Jangan lupa membaca  blog SkorLife, bila ingin memperoleh tips dan panduan untuk berinvestasi emas, sukuk, reksadana, hingga properti. 

Cek dulu skor kredit kamu di aplikasi SkorLife yang tersedia di smartphone, sebelum kamu membeli ruko baru dengan skema cicilan ke bank. 

Ingin memiliki kartu kredit yang memberikan banyak kelebihan setelah bertransaksi? Segera ajukan aplikasi untuk mendapatkan Mayapada Skorcard.

Kalau ingin tahu mengenai rekomendasi wisata, makanan, hingga belanja, intip artikel terbaru dari blog Skorcard

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments