Waspadai Latte factor yang Bikin Kamu Boros

Apakah kamu kerap terkejut ketika mengecek saldo di rekening? Merasa tidak belanja apa-apa namun saldo tetap menurun secara drastis. Lalu timbul pertanyaan, habis kemana uangku ya?

Jika hal tersebut menimpa kamu, mungkin ini pertanda bahwa kamu harus waspada terhadap yang disebut dengan latte factor. Istilah yang sedang ramai digunakan ini memiliki makna tentang pemborosan yang tidak disadari.

Apa itu pengertian dan contoh dari latte factor? Bagaimana cara kita mengatasinya agar saldo tak selalu menipis? Mari kita simak bersama penjelasan di artikel ini, ya!


Pengertian Latte factor

Latte factor adalah istilah yang diperkenalkan oleh David Bach, seorang penulis dan motivator keuangan, dalam bukunya yang berjudul Finish Rich. Latte factor merupakan perumpamaan dari rutinitas membeli “latte” atau kopi setiap harinya.

Lalu, apa hubungan antara “latte” dengan saldo yang terkuras di rekening? Coba bayangkan, setiap harinya kamu membeli kopi senilai Rp 20.000. Total pembelian kopi tersebut dalam waktu 30 hari adalah Rp 600.000.

Dalam kurun waktu satu tahun, maka pengeluaran tersebut menjadi Rp 7.200.000. Satu pos pengeluaran, kopi seharga Rp 20.000 per hari, akan menjadi pengeluaran senilai Rp 7.200.000 per tahun.

Pengeluaran kecil atau yang kerap dianggap ‘receh’ setiap harinya yang ternyata faktanya membuat kantong kita ‘bocor’. Hal inilah yang dimaksud dengan latte factor.


Latte Factor Pada Milenial

Walaupun perumpamaan latte factor adalah merujuk kepada kopi, namun pada kenyataannya latte factor tidak hanya perihal kopi.

Hal lain seperti membeli barang kecil yang tidak terlalu dibutuhkan dengan alasan ‘sedang promo’ atau ‘nanti aku butuh’ juga termasuk ke dalam latte factor.

Contoh latte factor pada milenial selain membeli kopi harian adalah ketergantungan terhadap jasa ojek online padahal sebenarnya masih ada jeda waktu untuk menggunakan transportasi lain seperti transjakarta atau commuter line.

Tanpa disadari selisih biaya antar keduanya akan menjadi signifikan jika diakumulasikan dalam waktu sebulan atau setahun.

Selain itu masih banyak contoh lain seperti misalnya ketika sedang browsing di aplikasi market place, melihat flash sale, dan langsung membeli tanpa berpikir apa kegunaannya. Membeli sebelum berpikir fungsi dan tujuannya bisa dibilang sebagai belanja impulsif.

Pakaian, aksesoris, hiasan, dan masih banyak contoh barang yang biasanya dianggap pengeluarannya tidak seberapa namun karena pembelian yang berlebihan membuat kita menjadi boros. Sedikit lama-lama menjadi bukit, kira-kira begitu gambarannya.

Contohnya, terdapat scrunchy atau ikat rambut seharga Rp 35.000 dan memiliki promo Rp 100.000 untuk empat items. Tentunya mayoritas pembeli akan memanfaatkan diskon tersebut walaupun mereka tidak membutuhkan ikat rambut sebanyak itu.

Jika perilaku ini berulang selama satu tahun, maka total pengeluaran untuk membeli ikat rambut akan menjadi Rp 1.200.000 dalam satu tahun saja!


Mencegah Latte Factor

Apakah sudah mulai terlihat bahaya yang mengancam dari latte factor ini? Jika kamu sudah menyadarinya, sekarang saatnya kita membahas tentang pencegahan dari latte factor tersebut. Apapun bentuknya, latte factor akan membuat dompet kamu selalu terkuras.

Selalu catat pengeluaranmu

Tahap pertama untuk menghindari latte factor adalah selalu mencatat pengeluaran. Tujuannya adalah agar kamu menyadari bahwa pengeluaran yang terpenting adalah pengeluaran rutin untuk tempat tinggal, biaya listrik dan air, biaya untuk komunikasi, dan juga untuk mobilitas.

Dengan mencatat pengeluaran, kamu akan dapat melacak pengeluaran. Selain juga kamu juga busa membuat kategori mana yang merupakan biaya yang dibutuhkan mana yang termasuk ke dalam biaya yang seharusnya masih bisa ditangguhkan.

Cari pengganti

Betul memang terkadang kita membutuhkan barang atau jasa yang merupakan latte factor kita. Bukan berarti kita tidak bisa menikmati kopi atau membeli scrunchy lucu yang kita inginkan. Namun, yang bisa diusahakan adalah mencari alternatif dari semua hal tersebut.

Misalnya, kamu bisa membuat sendiri kopi di rumah ataupun di kantor. Kamu bisa racik sendiri kopi sesuai selera kamu dan menyimpannya di dalam tumblr favorit kamu. Kamu juga bisa membeli scrunchy lucu kesukaan kamu tentunya dengan jumlah yang reasonable.

Biasakan untuk tidak boros

Hal terakhir dan sebenarnya adalah penentu adalah kebiasaan untuk menghemat atau tidak boros. Tanamkan dalam pikiran, menabung lebih penting dan memiliki reward lebih daripada ketika kita melakukan impulsive shopping.

Impulsive shopping terkadang akan menimbulkan perasaan menyesal dan bersalah setelah kita menyadarinya. Hal ini berlaku kebalikan apabila kamu menggunakan dana tersebut untuk menabung atau berinvestasi.

Pilihan kedua tentunya memiliki kadar reward yang lebih tinggi.

Coba sekarang, bagaimana dengan kondisimu? Ada beberapa hal yang sekarang bisa kamu lakukan. Pertama, cobalah buat rekap pengeluaran dalam seminggu terakhir. Lihat satu per satu barang atau jasa yang kamu gunakan, adakah yang menurut kamu merupakan latte factor kamu? Jika ada, be aware akan hal ini dan mulai ubah perilaku di minggu mendatang.

Mulai terapkan sistem pengganti sehingga tidak perlu langsung mengeliminasi kebiasaan kamu. Perubahan yang dilakukan perlahan cenderung akan memiliki hasil yang permanen.

Akan ada waktunya kamu merasa kalah dengan impulsive shopping. Tapi kuncinya adalah jangan menyerah. Sadari, akui, perbaiki, dan coba kembali. Kuncinya adalah komitmen untuk berubah.

Begitulah kira-kira gambaran mengenai latte factor. Pengertian, contoh, dan juga cara mencegahnya. Semoga bermanfaat dan pantau berkala latte factor kamu, ya!

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments